- "Buku adalah gudang ilmu, membaca dan bertanya adalah kunci-kuncinya" -

Tuesday, November 27, 2012

Bersuci dengan Tayamum – Pengertian, Dalil, tata cara, dan sebab dibolehkannya



Tayamum


Dalam Islam diajarkan untuk pemeluknya bahwa dalam beribadah kita harus suci. Oleh karena itu itu disyariatkan adanya bersuci. Cara bersuci yang dikenal dalam Islam meliputi mandi, wudhu dan tayamum. Dalam artikel kali ini kita akan membahas mengenai tayamum.
Pengertian Tayamum

Pengertian Tayamum yang didefinisikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah sebagai berikut: 

Jika diartikan secara bahasa, tayamum artinya bermaksud atau menyengajakan. Hal ini sesuai dengan ungkapan orang arab yakni tayyamamtu asy syai’a yang maknanya qashadtuhu (saya menginginkannya). 
Menurut terminologi syariat, yang dimaksud dengan tayamum adalah membasuh wajah dan kedua telapak tangan dengan menggunakan ash-sha’id suci yang menggantikan bersuci menggunakan air jika memang tidak bisa menggunakan air. 
Secara syariat, tayamum adalah suatu keistimewaan dari umat Islam. Hal ini membuktikan bahwa Allah itu adil dan memudahkan manusia sebagai wujud dari kasih sayang-Nya.


Dalil pensyari’atan tayamum

Mengenai tayamum, ada beberapa dalil yang membenarkan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Dan (apabila) kemudian kalian tidak berhasil menemukan air maka bertayamumlah dengan tanah yang suci.” QS. An-Nisaa’: 43

Diriwayatkan oleh ‘Imran bin Hushain ra., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada seorang lelaki yang memisahkan diri tidak ikut shalat berjamaah bersama orang-orang. Maka beliau pun bertanya kepadanya, “Wahai fulan, apakah yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang ?”Lelaki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, saya mengalami junub sedangkan air tidak ada.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya engkau bersuci dengan ash-sha’id, itu saja sudah cukup bagimu.” HR. Bukhari no. 348 dalam At-Tayamum

Dalam terminologi diatas, ada kata ash sha’id. Apa itu ash sha’id? Ash sha’id adalah permukaan bumi dan segala sesuatu yang ada diatasnya. Maka dari itu diperbolehkan tayamum dengan apa saja yang masih layak disebut sebagai permukaan bumi. Demikian adalah pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf, Imam Malik dan Ibnu Taimiyah dalam Shahih Fiqih Sunnah I/198. Hadits ini juga menunjukkan bahwa dalam ketiadaan air, maka diperbolehkan bersuci dengan tayamum. Dalam hadits ini juga kita dapat melihat bahwa tayamum memiliki kedudukan setara seperti bersuci dengan air, namun dengan syarat air tidak ada atau ada ketidaksanggupan untuk memakainya. (Tanbiihul Afhaam wa Taisirul ‘Allaam, jilid 1 hal. 113-114)
Penyebab yang membolehkan tayamum

Secara syariat tayamum dapat dilakukan jika ada keadaan sebagai berikut: 
  • Tidak ada air yang cukup untuk bersuci 
  • Tidak sanggup memakai air 
  • Kekhawatiran yang timbul mengenai bahaya jika badan tersentuh air karena sakit yang diderita atau hawa dingin yang terlalu parah. 

Bahkan menurut beberapa ulama, orang yang khawatir bahwa kematian akan menjemputnya pada saat hawa dingin sangat menusuk diperbolehkan tayamum karena serupa orang sakit. (Shahih Fiqih Sunnah I/196). Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra., ia bercerita sebagai berikut:

Pada suatu saat kami bepergian dalam sebuah rombongan perjalanan. Tiba-tiba ada seorang lelaki diantara kami yang tertimpa batu sehingga menyisakan luka di kepalanya. Beberapa waktu sesudah itu dia mengalami mimpi basah. Maka dia pun bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah menurut kalian dalam kondisi ini saya diberi keringanan untuk bertayamum saja?” Menanggapi pertanyaan itu mereka menjawab, “Menurut kami engkau tidak diberikan keringanan untuk melakukan hal itu, sedangkan engkau sanggup memakai air.” Maka orang itu pun mandi dan akhirnya meninggal. Tatkala kami berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau mendapat laporan tentang peristiwa itu. Beliau bersabda, “Mereka telah menyebabkan dia mati! Semoga Allah membinasakan mereka. Kenapa mereka tidak mau bertanya ketika tidak mengetahui. Karena sesungguhnya obat ketidaktahuan adalah dengan bertanya. Sebenarnya dia cukup bertayamum saja.” HR. Abu Dawud, Ahmad dan Hakim


Tata cara bersuci dengan tayamum

Setelah membahas mengenai bagaimana hukum bersuci jika tidak ada air dan anjurannya. Maka kini kita akan membahas mengenai tata cara bersuci dengan tayamum. Hal ini dimuat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ammar bin Yasir, yakni:

‘Saya pernah mengalami junub dan ketika itu saya tidak mendapatkan air (untuk mandi, pen). Oleh karena itu saya pun bergulung-gulung di tanah (untuk bersuci, pen) dan kemudian saya menjalankan shalat. Maka hal itu pun saya ceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi bersabda, “Sebenarnya sudah cukup bagimu bersuci dengan cara seperti ini.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memukulkan kedua telapak tangannya di atas tanah dan meniup keduanya. Kemudian dengan kedua telapak tangan itu beliau membasuh wajah dan telapak tangannya.’ HR. Bukhari dan Muslim

Dari hadits diatas dan beberapa hadits lainnya mengenai tata cara tayamum yang benar, maka yang benar hanyalah menepukkan telapak tangan satu kali ke tanah atau permukaan bumi lainnya, lalu kemudian meniupnya. Setelah itu membasuhkan kedua telapak tangan ke wajah dan telapak tangan lainnya hinggga pergelangan tangan, baik luar maupun dalam. (Shahih Fiqih Sunnah I/202-203)

Dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin bahwa tata cara tayamum karena junub tidak berbeda dengan tayamum karena hadats kecil, yakni dengan cara menepuk kedua telapak tangan ke tanah sekali dan membasuh wajah, telapat tangan kanan dan kirinya. Sedangkan syaikh Ibnu Bassam menerangkan bahwa tayamum hanya memerlukan satu tepukan saja, dimana pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama seperti Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq dan ulama ahli hadits. Tentu saja pendapat ini didasari oleh hadits yang shahih.
Bertayamum menggunakan dinding

Selain pada permukaan bumi secara langsung, seperti misalnya tanah, batu dan lain sebagainya, bertayamum juga dapat dilakukan dengan dinding. Hal ini sesuai dengan salah satu hadits sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa dia berkata; Saya datang bersama dengan ‘Abdullah bin Yasar bekas budak Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala kami bertemu dengan Abu Jahim bin Al-Harits bin Ash-Shamah Al-Anshari maka Abu Jahim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang dari arah sumur Jamal. Kemudian ada seorang lelaki yang menemuinya dan mengucapkan salam kepada beliau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya hingga beliau menyentuh dinding (dengan tangannya, pen) kemudian membasuh wajah dan kedua telapak tangannya. Baru setelah itu beliau mau menjawab salamnya.” Muttafaq ‘alaih / Al Wajiz hal. 57

Dengan adanya hadits diatas menunjukkan bahwa menggunakan dinding sebagai media tayamum itu diperbolehkan. Demikian ulasan lengkap kami mengenai tayamum dan tata cara bertayamum. Semoga bermanfaat. (iwan)

Tuesday, November 13, 2012

Kilas balik 1 Muharram dan 10 Muharram


Selamat tahun baru Hijriah, 1 Muharram 1434H! Semoga dunia Islam dan dunia keseluruhan umumnya, dan Indonesia khususnya menjadi lebih baik di tahun ini. Amin!

Muharram (محرّم) adalah bulan pertama tahun penanggalan Islam, Hijriyah. Ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar ibnu al-Khattab atas saran dari menantu suci Rasulullah SAWW, yakni Imam Ali bin Abi Thalib karamalLahu wajhahu. Rasulullah SAWW sendiri, dengan perkenan Allah SWT dalam firmanNya, menetapkan bahwa bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram), dan didalamnya dilarang melakukan peperangan dan tindak kekerasan lainnya, walaupun kemudian di-mansukh kan oleh sebagian ulama disebabkan banyaknya pembantaian dan peperangan yang terjadi dibulan ini, seperti misalnya pembantaian atas diri Imam Huseyn bin Ali di padang Karbala, 10 Muharram 61H. Rasulullah SAWW juga menetapkan bahwa Muharram adalah bulan nya Allah (shahrulLah) dan merupakan bulan yang mulia sesudah Ramadhan.

Sebagaimana umumnya menyambut tahun baru, umat Islam dibeberapa negara juga merayakannya sebagai hari permulaan tahun, berdoa semoga tahun ke depan menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya. Tahun baru bisa berarti juga kelahiran kembali, reposisi semangat dan motivasi, menjadi momentum untuk meneguhkan tekad menghadapi hidup. Namun dibeberapa negara, dan dibeberapa komunitas Muslim Syiah, bulan Muharram menjadi bulan yang penuh duka, secara mengingat tragedi Karbala yang terjadi di dalamnya.

Suatu ketika di suatu masa, seorang pemimpin keluarga, pemimpin komunitas yang disucikan, selama 10 hari berturut2 dipaksa untuk berpuasa di padang gersang, tak jauh darinya ada oase yang dijaga oleh tentara2 bengis yang berpedoman pada kitab yang sama, al-Quran yang mulia. Imam Huseyn bin Ali Sayyidu- syuhada Alaihimussalam, cucunda Rasulullah SAWW dengan kekuatannya yang hanya berjumlah 72 orang melewati hari ke 10 Muharram tahun 61Hijriah dengan erangan ketika leher suci beliau dipenggal oleh Syimr bin Dzil Jausyan. Cerita lengkap dapat disimak di link ini; Pembantaian di Karbala. Dan kemudian sejarah membuktikan, pembantaian demi pembantaian yang dilakukan oleh sesama Muslim diteruskan oleh para durjana bersorban demi kekuasaan dunia.

Tak ada kisah tragis yang melebihi kedahsyatan tragedi Karbala, bahkan Raja Bani Umayah waktu itu, Yazid bin Muawiyah secara diplomatis berusaha menyangkal kejadian itu dan melemparkan tanggung jawab ke panglima perangnya yang durjana Ubaidillah bin Ziyad, walaupun strategi politik dan kenyataan sejarahnya malah menguatkan hal itu. Imam Huseyn bin Ali AS adalah Amirul Mukminin dan Khalifah Nabi yang sah yang dipilih oleh umat Islam waktu itu, sepeninggal saudaranya Hasan bin Ali AS. Perseteruan politik dan kerakusan akan kekuasaan oleh Bani Umayah membuat mereka hilang ingatan, berusaha membantai lawan politiknya yang tak lain adalah cucunda Rasulullah SAWW.

10 Muharram tahun 61 Hijriah, Imam Husain a.s. gugur syahid di Padang Karbala. Sebelumnya, Imam Husain a.s. dipaksa untuk berbaiat kepada Yazid yang telah mengangkat diri sebagai khalifah umat muslimin. Imam Husain menolak berbaiat dan beliau bersama 72 sahabat dan anggota keluarganya, meninggalkan Madinah untuk menuju kota Kufah. Sebelumnya, rakyat kota Kufah mengundang beliau agar memimpin perjuangan melawan Yazid. Namun, represi dari pemerintahan Yazid membuat rakyat Kufah berkhianat dan dalam perjalanan menuju Kufah, kafilah Imam Husain digiring ke Padang Karbala, di tepi sungai Eufrat. Akhirnya pada tanggal 10 Muharam, pasukan Yazid menyerang Imam Husain. Dalam pertempuran yang sangat tidak seimbang itu, Imam Husain dan para pembela setia beliau gugur syahid.


Akulah Husein putra Ali, putra Fatimah

Untuk tunduk, aku tak kan sudi

Kubela keluarga ayahku sampai mati

aku memegang teguh agama Nabi


Kafilah Karbala Tiba diDamaskus


1 Shafar tahun 61 Hijriah, kafilah Karbala tiba di Damaskus, ibu kota pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Dua puluh hari sebelumnya, tanggal 10 Muharram, Imam Husain a.s. beserta 72 anggota kafilah beliau bertempur di Padang Karbala melawan pasukan Yazid yang berjumlah ribuan orang. Imam Husain a.s. dan beberapa kerabat serta sahabat setia beliau gugur syahid dalam pertempuran ini. Sisa rombongan yang terdiri dari kaum perempuan, anak-anak, dan Imam Ali Zainal Abidin yang saat itu sedang sakit, ditawan oleh pasukan Yazid dan digiring ke Damaskus. Di hadapan khlayak Damaskus, Imam Zainal Abidin dan Sayyidah Zainab menyampaikan kejadian Karbala dan membongkar perilaku keji pasukan Yazid. Untuk mengelakkan kemarahan rakyatnya, Yazid mengingkari telah memerintahkan pembunuhan terhadap Imam Husain a.s. dan melemparkan kesalahan kepada komandan pasukannya, Ubaidillah bin Ziyad. Yazid juga terpaksa membebaskan kafilahKarbala untuk kembali ke Madinah.

Selanjutnya, dimasa kekhalifaan dinasti Umayah dan Abbasyah, para Imam AhlulBayt diberangus hak politiknya. Walaupun demikian, pengikut-pengikutnya tetap setia sampai saat ini. Tercatat beberapa kerajaan Islam yang kemudian berdiri dan berlandaskan perjuangan Imam Huseyn bin Ali; semisal Dinasti Fatimiah di Mesir dan Republik Islam Iran.


Peristiwa Penting :

1 Muharram
Khalifah Umar Al-Khattab menetapkan adalah hari pertama bagi setiap tahun baru Islam (Kalendar Hijriah) atas usul sahabat Ali bin Abi Thalib..

10 Muharram
  • 10 Muharram - Dinamakan juga Hari Asyura. yakni pembantaian cucunda Rasulullah SAW, al Huseyn bin Ali, di padang Karbala, oleh tentara-tentara Yazid bin Muawiyah. Kepala beliau dipenggal dan diarak sampai Damaskus. Keluarga beliau termasuk anak2 dibantai dan dibunuh, terkecuali wanitanya yang kemudian dijadikan tawanan perang.
  • Nabi Adam bertaubat kepada Allah.
  • Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
  • Nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan selama enam bulan.
  • Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud.
  • Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa.
  • Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara.
  • Penglihatan Nabi Yaakob yang kabur dipulihkkan Allah.
  • Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritainya.
  • Nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam.
  • Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari tentera Firaun.
  • Kesalahan (??) Nabi Daud diampuni Allah.
  • Nabi Sulaiman dikurniakan Allah kerajaan yang besar.
  • Hari pertama Allah menciptakan alam.
  • Hari Pertama Allah menurunkan rahmat.
  • Hari pertama Allah menurunkan hujan.
  • Allah menjadikan ‘Arasy.
  • Allah menjadikan Luh Mahfuz.
  • Allah menjadikan alam.
  • Allah menjadikan Malaikat Jibril.
  • Nabi Isa diangkat ke langit 
Billy Soemawisastra 
Kepala Pendidikan dan Pelatihan Liputan 6

 
Terima Kasih atas kunjungan Saudara... Semoga bermmanfaat ^_^