"Merasa diri lebih baik dari oranglain adalah keangkuhan seperti halnya Azazil. Kalau Azazil bagian dari Iliyyun, malaikat yang mabuk Allah, hingga tak sadar akan kehadiran selain ia dan Allah, maka sah-sah saja tidak bersujud pada Adam. Meski Azazil adalah malaikat yang paling awal beribadah pada Allah, keangkuhannya merasa lebih baik dari Adam menghapus semua amal ibadahnya di masa sebelumnya. Terlepas dari skenario Allah, nampaknya memang nasib Azazil bertujuan menjadi contoh bagi manusia yang memang punya kecenderungan merasa lebih baik itu.
Maka alangkah baiknya kalau sebisa mungkin sisi merasa lebih baik ini ditekan sebisa mungkin. Demi menghindari meniru kisah Azazil dan keironisannya. Seperti halnya dawuh Sayyidina Ali, anggaplah dirimu bodoh agar engkau selalu ingin belajar menjadi lebih baik. Ketika engkau merasa lebih baik dari oranglain, saat itulah engkau menemukan kebodohanmu.
Mari saling mengingatkan ketika alpa, ketika lupa. Sahabat yang baik adalah yang menampar sahabatnya sendiri agar ingat, tentu harus melalui nasehat lembut lebih dulu. Sebagaimana bekas irisan pedang Sayyidina Umar pada tulang unta yang diberikanny pada Gubernur Mesir Amru bin Ash sebagai pengingat. Yang bahkan ditamparnya si gubernur di depan jamaah sholat mengingatkan tanggungngjawab si gubernur sebagai ayah. Ing ngarso sung tuladha, di depan memberi contoh. Ing madya mangun karsa, di tengah mendampingi. Tut wuri handayani, di belakang ikut mendukung.
Jadi, merasa lebih baik itu wajar. Tapi lebih baik lagi kalau sisi itu tidak digunakan untuk menilai oranglain. Karena siapa sih kita, toh cuma manusia alpa yang sering lupa." Tukas mbah Surip pada jamaah leyeh-leyeh langgar desa, sembari menikmati pekatnya asap klobot dan obrolan renyahnya.
Penulis : Ihda A. Soduwuh
0 comments:
Post a Comment